Sunday, February 28, 2016

LAPORAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT MALARIA KABUPATEN KETAPANG TAHUN 2015


A.         Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menjadi ancaman di daerah tropis dan subtropics yang mempengaruhi angka kematian bayi,anak umur dibawah lima tahun dan ibu melahirkan serta menurunkan produktifitas kerja
Sampai akhir tahun 2011 terdapat 106 negara endemis malaria diseluruh dunia,sementara itu pada tahun 2010 jumlah penderita diseluruh dunia mencapai 216 juta orang dan 665.000 penderita diantaranya meninggal dunia,jika di rata-rata dalam satu jam terdapat 76 orang meninggal dunia yang disebabkan oleh malaria di seluruh dunia. (sumber:http://who.int/malaria/world_malaria_report_2011/WMR2011_factsheet.pdf)
               Selama tahun 2005-2011,kejadian malaria diseluruh Indonesia cenderung menurun,yaitu 4,10 kasus per 1000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 1,75 kasus per 1000 penduduk pada tahun 2011.Jumlah pemeriksaan sediaan darah dengan uji diagnosis malaria meningkat dari 47 % (982.828 pemeriksaan sediaan darah dari 2.113.265 penderita klinis) pada tahun 2005,menjadi 63 % (1.164.405 pemeriksaan sediaan darah dari 1.849.062 penderita klinis) pada tahun 2011.Walaupun demikian selama tahun 2011 masih sering terjadi KLB malaria di 9 Kabupaten/Kota dari 7 provinsi dengan penderita mencapai 1.139 kasus dengan 14 kasus diantaranya meninggal (CFR =1,22 %) (sumber:subdit malaria 2011)
Program pengendalian malaria difokuskan untuk mencapai eliminasi malaria yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah,pemerintah daerah bersama mitra kerja pembangunan dan masyarakat termasuk LSM,dunia usaha,lembaga donor,organisasi profesi .Eliminasi malaria tersebut dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota,provinsi dari satu pulau kepulau yang lain sampai seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2030.Adapun pentahapan eliminasi terdiri dari tahap pemberantasan,pre-eliminasi,eliminasi dan pemeliharaan.
Target eliminasi untuk wilayah pulau Kalimantan adalah pada tahun 2020,dimana untuk wilayah Kalimantan Barat dari empat belas kabupaten/kota,baru 2 (dua) Kabupaten/Kota yang mendapat sertifikat eliminasi malaria yaitu Kota Pontianak pada tahun 2014 dan Kabupaten Mempawah pada tahun 2015.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019,Eliminasi malaria merupakan salah satu sasaran utama dan juga sebagai Indikator Kinerja Program(IKP) dari pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dengan target jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria.
Untuk mencapai tujuan pengendalian pengendalian malaria dierapkan strategi pengendalian malaria sebagai berikut :
1.      Penemuan dini dan pengobatan yang tepat,dengan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas.
2.      Penurunan resiko penularan dengan memanfaatkan forum gebrak malaria.
3.      Memperkuat system surveilans,monitoring dan evaluasi.
4.      Memperkuat SDM dan pengembangan teknologi.
5.      Advokasi dan sosialisasi
6.      Penggalangan kemiraan.
7.      Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat.

A.         Dasar Hukum
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit malaria mengacu kepada dasar hokum sebagai berikut :
1.         Undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah.
2.         Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
3.         PP nomor 40 tahun 1991 tentang penangggulangan wabah penyakit menular.
4.   Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan.
5.      Keputusan menteri kesehatan RI nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia.
6.  Peraturan menteri kesehatan nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.
7.         Peraturan menteri kesehatan nomor 275/MENKES/III/2007 tentang surveilans malaria.
8.         Surat edaran menteri dalam negeri nomor 443.41/465/SJ tahun 2010 tentang pelaksanaan program eliminasi malaria di Indonesia.

B.         Situasi Malaria Kabupaten Ketapang tahun 2015
1.      Penemuan Kasus Malaria Tahun 2015
Setiap pasien yang datang berobat kefasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala demam (penderita klinis malaria) wajib dilakukan pemeriksaan sediaan darah malaria. Penderita yang tidak dilakukan pemeriksaan sediaan malaria tidak boleh diberikan Obat Anti Malaria (OAM).
Pada Tahun 2015 penderita klinis malaria di Kabupaten Ketapang berjumlah 10.670 kasus dengan 26 kasus tanpa pemeriksaan sediaan darah (0,2%), 3.619 kasus diperiksa dengan mikroskop (34 %) dan 7.025 kasus diperiksa dengan RDT (65,8%).
Tingginya angka pemeriksaan sediaan darah menggunakan RDT dibandingkan secara mikroskopis dikarenakan tidak tersedianya tenaga mikroskopis malaria puskesmas dengan basic pendidikan analis kesehatan,dari 24 puskesmas yang ada hanya 10 puskesmas yang mempunyai tenaga analis kesehatan yaitu :
1.      Puskesmas Mulia Baru
2.      Puskesmas Kedondong
3.      Puskesmas Suka Bangun
4.      Puskesmas Tuan-tuan
5.      Puskesmas Sei.Besar
6.      Puskesmas Kendawangan
7.      Puskesmas Sei.Awan
8.      Puskemas Tumbang Titi
9.      Puskesmas Sei.Laur
10.  Puskesmas Balai Berkuak
Sedangkan 14 puskesmas yang lain tenaga mikroskopis malaria merupakan petugas puskesmas non analis yang dilatih untuk pemeriksaan sediaan darah malaria.
Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit DInas Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2015

Selama tahun 2010-2015 jumlah pemeriksaan sediaan darah secara laboraturium (mikroskop dan RDT) cenderung meningkat dari 62 % pada tahun 2010 (penderita klinis 42.517 kasus dengan pemeriksaan sediaan darah sebanyak 26.219 Kasus) menjadi 99,8 % pada tahun 2015 (penderita klinis 10.670 kasus dengan pemeriksaan sediaan darah sebanyak 10.644 kasus).

GRAFIK BLOOD SLIDE EXAMINATION(BSE)
TAHUN 2010-2015

Sumber : Seksi Pemberantasan Penyakit DInas Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2015



Angka Annual Blood Examination Rate (ABER) Kabupaten Ketapang selama tahun 2010-2015 cenderung menurun,pada tahun 2010 sebesar 5,6 % dari jumlah penduduk turun menjadi 2,2 % dari jumlah penduduk pada tahun 2015. Penurunan angka ABER ini terjadi karena turunnya angka penderita malaria klinis yang dating ke fasilias pelayanan kesehatan,yaitu tahun 2010 sebanyak 42.517 kasus menjadi 10.670 kasus pada tahun 2015.
Idealnya angka ABER minimal 10 % dari jumlah penduduk. Untuk meningkatkan angka ABER maka perlu dilakukan perubahan kegiatan dari Passive Case Detection (menunggu pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan) menjadi Active Case Detection (ACD).Adapun Kegiatan ACD yang dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan survey seperti Mass Blood Survey(MBS),Mass Fever Survey (MFS),Malariometrix Survey (MS),Kegiatan Survey Kontak maupun Penyelidikan Epidemilogi dan follow up pada penderita malaria positif konfirmasi laboraturium.

2.      Penderita Malaria Positif Malaria Tahun 2015
Penderita malaria positif konfirmasi laboraturium kabupaten Ketapang tahun 2015 sebanyak 45 kasus ( 9 Kasus Plasmodium Falcifarum,34 kasus plasmodium vivax dan 2 kasus Mix). Jika di lihat dari tahun 2010 terjadi penurunan kasus malaria positif yang sangat signifikan,dimana pada tahun 2010 tercatat sebanyak 16.209 kasus malaria positif.
Angka Annual Paracite Incidence kabupaten Ketapang tahun 2010-2015 juga mengalami penurunan,dimana pada tahun 2010 API kab.Ketapang sebesar 35,26 perseribu penduduk menjadi 0,09 perseribu penduduk pada tahun 2015.





3.      Pengobatan Penderita Malaria Positif Tahun 2015
Penderita malaria positif konfirmasi laboraturium saat ini dianjurkan untuk diobati dengan Artemisinin Combination Therapy (ACT) yang di tambah dengan primaquin sesuai dengan jenis plasmodium yang diderita pasien.
ACT yang tersedia saat ini adalah kombinasi antara artesunate – amodiaquin dan kombinasi dihidroartemisinin-piperaquin (DHP).
Pengobatan penderita malaria positif tahun 2015 yang diobati dengan ACT baru 33 % sedangkan 67 % masih diobati dengan non ACT. Hal ini terjadi karena masih adanya kekhawatiran kawan-kawan petugas medis maupun paramedic dilapangan akan efek dari ACT khususnya artesunate-amodiaquin,dan belum semua petugas kesehatan mengatahui adanya resistensi plasmodium malaria terhadap chloroquin dan sulfadoxin,sehingga kedua obat ini masih menjadi pilihan utama dalam pengobatan penderita malaria positif.
Selain itu kurangnya stock ACT khususnya dihidroartemisinin-piperaquin dipuskesmas yang relative lebih aman dari segi efek samping sehingga chloroquin dan sulfadoxin masih tetap digunakan untuk pengobatan penderita malaria positif.

4.      Endemisitas Malaria Kabupaten Ketapang Tahun 2015


Dari 20 kecamatan di kabupaten ketapang pada tahun 2015 terdapat 8 Kecamatan Dengan kategori Low Case Insidence (daerah hijau) yaitu kecamatan :
1.      Benua Kayong API 0,05 perseribu penduduk
2.      Matan Hilir Selatan API 0,05 perseribu penduduk
3.      Kendawangan API 0,03 perseribu penduduk
4.      Marau API 0,37 perseribu penduduk
5.      Jelai Hulu API 0,06 perseribu penduduk
6.      Nanga Tayap API 0,06 perseribu penduduk
7.      Simpang Dua API 0,12 perseribu penduduk
8.      Matan Hilir Utara 0,12 perseribu penduduk
Terdapat satu kecamatan dalam kategori Midle Case Insidence (daerah kuning) yaitu kecamatan Tumbang Titi dengan API 1,11 perseribu penduduk. Dan terdapat 11 kecamatan tanpa adanya kasus malaria positif yaitu kecamatan :
1.      Delta Pawan
2.      Singkup
3.      Manis Mata
4.      Air Upas
5.      Sungai Melayu Rayak
6.      Pemahan
7.      Sandai
8.      Hulu Sungai
9.      Sungai Laur
10.  Simpang Hulu
11.  Muara Pawan.




















D.      KESIMPULAN
Berdasarkan angka-angka dan indikakator program pemberantasan malaria,maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Berdarsakan angka Annual Paracite Incidence (API) tahun 2015 yaitu sebesar 0,09 perseribu penduduk,maka kabupaten ketapang pada tahun 2015 masuk dalam kategori Low Case Insidence atau daerah dengan kategori endemisitas malaria hijau yaitu API < 1 perseribu penduduk.
2.      Berdasarkan angka API tahun 2014 (0,63 perseribu penduduk) dan tahun 2015 (0,09 perseribu penduduk),kabupaten ketapang berada dalam kategori Low Case Insidence (daerah endemis malaria hijau) 2 tahun betururt –turut dengan angka Slide Positive Rate (SPR) di bawah 5 % selama 2 tahun berturut-turut yaitu SPR tahun 2014 sebesar 2 % dan SPR tahun 2015 sebesar 0,4 %,Maka kebupaten Ketapang sudah masuk dalam tahapan pre-eliminasi malaria ( SPR < 5 % ).
3.      Kategori pre-eliminasi ini bisa saja berubah menjadi elimisasi jika dilakukan surveilans malaria yang baik meliputi pencatatan dan pelaporan yang baik serta setiap kasus malaria positif di lakukan penyelidikan epidemiologi (PE) sehingga di ketahui asal penularannya,apakah merupakan kasus indigenous (berasal dari daerah setempat ) atau merupakan kasus impor ( berasal dari luar wilayah tersebut). Karena 2 dari 3 indikator kabupaten eliminasi malaria yaitu (SPR < 5 %, dan API < 1 perseribu penduduk sudah terpenuhi,tinggal indikator ke tiga yaitu kasus masih ditemukan sampai dengan 3 tahun pertama tidak ada kasus  indigenous.
4.      Penurunan angka API belum di ikuti dengan peningkatan angka Annual Blood Examinaion Rate (ABER) yang di syaratkan yaitu minimal 10 % dari jumlah penduduk. ABER tahun 2014 baru sebesar 3,1 % dan tahun 2015 sebesar 2,2 %.
5.      Pengobatan penderita malaria positif di kabupaten ketapang tahun 2015 sebagian besar (67 %) belum sesuai dengan pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini yaitu menggunakan Artemisinin Comnination Therapy (ACT).Kurangnya informasi dan pengetahuan tenaga kesehatan dilapangan tentang therapy malaria positif terbaru yang dianjurkan serta kurangnya stock ACT di puskesmas menjadi salah satu factor penyebabnya.
6.      Sebagian besar penemuan penderita malaria di fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2015 menggunakan RDT (66%),hal ini disebabkan kurangnya tenaga mikroskopis malaria dengan basic pendidikan analis kesehatan dan adanya mutasi baik dari tempat tugas maupun tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari tenaga kesehatan di puskesmas yang telah dilatih pemeriksaan sediaan darah malaria.
E.      SARAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai eliminasi di Kabupaten Ketapang hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
1.      Peningkatan Anggaran program pemberantasan malaria dari dana APBD kabupaten Ketapang,karena dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar dana berumber dari dana hibah Global Fund Komponen malaria yang jumlahnya setiap tahun semakin berkurang.
2.      Peningkatan Alokasi dana BOK maupun dana lain yang ada di puskesmas untuk kegiatan pemberantasan penyakit malaria melalui kegiatan-kegiatan antara lain : Survey (MBS,MFS,MS),Penyelidikan Epidemiologi,Kontak Survey/follow up penderita malaria positif,pendistribusian kelambu berinsektisida.Sehingga dapat meningkatakan angka indikator pemberantasn malaria,salah satunya angka  ABER puskesmas.
3.      Peningkatan kualitas SDM malaria puskesmas baik tenaga surveilans,mikroskopis malaria puskesmas dan tenaga medis,paramedic muapun bidan puskesmas dalam hal tatalaksana kasus malaria,Sehingga terjadi peningkatan kualitas dalam system pencatatan dan pelaporan,peningkatan kualitas dalam pemeriksaan sediaan darah malaria dan penderita malaria positif di tangani sesuai dengan prosedur pengobatan yang dianjurkan saat ini.
4.      Pemenuhan stock logistic malaria (kebutuhan laboraturium dan kebutuhan obat-obatan) melalui dana APBD kabupaten ketapang.
F.      PENUTUP
Demikianlah laporan program pemberantasan malaria tahun 2015 yang dapat kami sampaikan,dengan harapan laporan ini dapat menjadi evaluasi bersama dan dapat menjadi bahan untuk perencanaan pemberanasan penyakit malaria kedepannya,sehingga cita-cita Kalimantan khususnya kabupaten Ketapang Eliminasi malaria paling lama tahun 2020 dapat terwujud.





Ketapang,17 Februari 2016
Dibuat Oleh,
Pengelola Program Malaria
Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang




KHAIRUL RASYID
NIP.19810621 200502 1 002