A.
Latar Belakang
Malaria merupakan
salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan
menjadi ancaman di daerah tropis dan subtropics yang mempengaruhi angka kematian
bayi,anak umur dibawah lima tahun dan ibu melahirkan serta menurunkan
produktifitas kerja
Sampai akhir tahun
2011 terdapat 106 negara endemis malaria diseluruh dunia,sementara itu pada
tahun 2010 jumlah penderita diseluruh dunia mencapai 216 juta orang dan 665.000
penderita diantaranya meninggal dunia,jika di rata-rata dalam satu jam terdapat
76 orang meninggal dunia yang disebabkan oleh malaria di seluruh dunia. (sumber:http://who.int/malaria/world_malaria_report_2011/WMR2011_factsheet.pdf)
Selama tahun 2005-2011,kejadian
malaria diseluruh Indonesia cenderung menurun,yaitu 4,10 kasus per 1000
penduduk pada tahun 2005 menjadi 1,75 kasus per 1000 penduduk pada tahun
2011.Jumlah pemeriksaan sediaan darah dengan uji diagnosis malaria meningkat dari
47 % (982.828 pemeriksaan sediaan darah dari 2.113.265 penderita klinis) pada
tahun 2005,menjadi 63 % (1.164.405 pemeriksaan sediaan darah dari 1.849.062
penderita klinis) pada tahun 2011.Walaupun demikian selama tahun 2011 masih
sering terjadi KLB malaria di 9 Kabupaten/Kota dari 7 provinsi dengan penderita
mencapai 1.139 kasus dengan 14 kasus diantaranya meninggal (CFR =1,22 %) (sumber:subdit malaria 2011)
Program
pengendalian malaria difokuskan untuk mencapai eliminasi malaria yang dilakukan
secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah,pemerintah daerah bersama mitra
kerja pembangunan dan masyarakat termasuk LSM,dunia usaha,lembaga
donor,organisasi profesi .Eliminasi malaria tersebut dilakukan secara bertahap
dari kabupaten/kota,provinsi dari satu pulau kepulau yang lain sampai seluruh
wilayah Indonesia pada tahun 2030.Adapun pentahapan eliminasi terdiri dari
tahap pemberantasan,pre-eliminasi,eliminasi dan pemeliharaan.
Target eliminasi
untuk wilayah pulau Kalimantan adalah pada tahun 2020,dimana untuk wilayah
Kalimantan Barat dari empat belas kabupaten/kota,baru 2 (dua) Kabupaten/Kota
yang mendapat sertifikat eliminasi malaria yaitu Kota Pontianak pada tahun 2014
dan Kabupaten Mempawah pada tahun 2015.
Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019,Eliminasi malaria
merupakan salah satu sasaran utama dan juga sebagai Indikator Kinerja
Program(IKP) dari pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dengan target
jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria.
Untuk mencapai
tujuan pengendalian pengendalian malaria dierapkan strategi pengendalian
malaria sebagai berikut :
1. Penemuan dini dan pengobatan yang tepat,dengan
akses pelayanan kesehatan yang berkualitas.
2. Penurunan resiko penularan dengan memanfaatkan
forum gebrak malaria.
3. Memperkuat system surveilans,monitoring dan
evaluasi.
4. Memperkuat SDM dan pengembangan teknologi.
5. Advokasi dan sosialisasi
6. Penggalangan kemiraan.
7. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat.
A.
Dasar Hukum
Dalam pelaksanaan
program pemberantasan penyakit malaria mengacu kepada dasar hokum sebagai
berikut :
1.
Undang-undang
nomor 4 tahun 1984 tentang wabah.
2.
Undang-undang
nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
3.
PP nomor 40 tahun
1991 tentang penangggulangan wabah penyakit menular.
4. Keputusan menteri
kesehatan RI nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang pedoman penyelenggaraan
surveilans epidemiologi kesehatan.
5. Keputusan menteri
kesehatan RI nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang eliminasi malaria di
Indonesia.
6. Peraturan menteri
kesehatan nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu
yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya.
7.
Peraturan menteri
kesehatan nomor 275/MENKES/III/2007 tentang surveilans malaria.
8.
Surat edaran
menteri dalam negeri nomor 443.41/465/SJ tahun 2010 tentang pelaksanaan program
eliminasi malaria di Indonesia.
B.
Situasi Malaria
Kabupaten Ketapang tahun 2015
1. Penemuan Kasus Malaria Tahun 2015
Setiap pasien yang
datang berobat kefasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala demam (penderita
klinis malaria) wajib dilakukan pemeriksaan sediaan darah malaria. Penderita
yang tidak dilakukan pemeriksaan sediaan malaria tidak boleh diberikan Obat
Anti Malaria (OAM).
Pada Tahun 2015 penderita
klinis malaria di Kabupaten Ketapang berjumlah 10.670 kasus dengan 26 kasus
tanpa pemeriksaan sediaan darah (0,2%), 3.619 kasus diperiksa dengan mikroskop
(34 %) dan 7.025 kasus diperiksa dengan RDT (65,8%).
Tingginya angka
pemeriksaan sediaan darah menggunakan RDT dibandingkan secara mikroskopis
dikarenakan tidak tersedianya tenaga mikroskopis malaria puskesmas dengan basic
pendidikan analis kesehatan,dari 24 puskesmas yang ada hanya 10 puskesmas yang
mempunyai tenaga analis kesehatan yaitu :
1. Puskesmas Mulia Baru
2. Puskesmas Kedondong
3. Puskesmas Suka Bangun
4. Puskesmas Tuan-tuan
5. Puskesmas Sei.Besar
6. Puskesmas Kendawangan
7. Puskesmas Sei.Awan
8. Puskemas Tumbang Titi
9. Puskesmas Sei.Laur
10. Puskesmas Balai Berkuak
Sedangkan 14
puskesmas yang lain tenaga mikroskopis malaria merupakan petugas puskesmas non
analis yang dilatih untuk pemeriksaan sediaan darah malaria.
Sumber
: Seksi Pemberantasan Penyakit DInas Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2015
Selama tahun
2010-2015 jumlah pemeriksaan sediaan darah secara laboraturium (mikroskop dan
RDT) cenderung meningkat dari 62 % pada tahun 2010 (penderita klinis 42.517
kasus dengan pemeriksaan sediaan darah sebanyak 26.219 Kasus) menjadi 99,8 %
pada tahun 2015 (penderita klinis 10.670 kasus dengan pemeriksaan sediaan darah
sebanyak 10.644 kasus).
GRAFIK BLOOD SLIDE
EXAMINATION(BSE)
TAHUN 2010-2015
Sumber
: Seksi Pemberantasan Penyakit DInas Kesehatan Kabupaten Ketapang Tahun 2015
Angka Annual Blood
Examination Rate (ABER) Kabupaten Ketapang selama tahun 2010-2015 cenderung
menurun,pada tahun 2010 sebesar 5,6 % dari jumlah penduduk turun menjadi 2,2 %
dari jumlah penduduk pada tahun 2015. Penurunan angka ABER ini terjadi karena
turunnya angka penderita malaria klinis yang dating ke fasilias pelayanan
kesehatan,yaitu tahun 2010 sebanyak 42.517 kasus menjadi 10.670 kasus pada
tahun 2015.
Idealnya angka
ABER minimal 10 % dari jumlah penduduk. Untuk meningkatkan angka ABER maka
perlu dilakukan perubahan kegiatan dari Passive Case Detection (menunggu pasien
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan) menjadi Active Case Detection
(ACD).Adapun Kegiatan ACD yang dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan
survey seperti Mass Blood Survey(MBS),Mass Fever Survey (MFS),Malariometrix
Survey (MS),Kegiatan Survey Kontak maupun Penyelidikan Epidemilogi dan follow
up pada penderita malaria positif konfirmasi laboraturium.
2. Penderita Malaria Positif Malaria Tahun 2015
Penderita malaria
positif konfirmasi laboraturium kabupaten Ketapang tahun 2015 sebanyak 45 kasus
( 9 Kasus Plasmodium Falcifarum,34 kasus plasmodium vivax dan 2 kasus Mix).
Jika di lihat dari tahun 2010 terjadi penurunan kasus malaria positif yang
sangat signifikan,dimana pada tahun 2010 tercatat sebanyak 16.209 kasus malaria
positif.
Angka Annual
Paracite Incidence kabupaten Ketapang tahun 2010-2015 juga mengalami
penurunan,dimana pada tahun 2010 API kab.Ketapang sebesar 35,26 perseribu
penduduk menjadi 0,09 perseribu penduduk pada tahun 2015.
3. Pengobatan Penderita Malaria Positif Tahun 2015
Penderita malaria
positif konfirmasi laboraturium saat ini dianjurkan untuk diobati dengan
Artemisinin Combination Therapy (ACT) yang di tambah dengan primaquin sesuai
dengan jenis plasmodium yang diderita pasien.
ACT yang tersedia
saat ini adalah kombinasi antara artesunate – amodiaquin dan kombinasi
dihidroartemisinin-piperaquin (DHP).
Pengobatan
penderita malaria positif tahun 2015 yang diobati dengan ACT baru 33 %
sedangkan 67 % masih diobati dengan non ACT. Hal ini terjadi karena masih
adanya kekhawatiran kawan-kawan petugas medis maupun paramedic dilapangan akan
efek dari ACT khususnya artesunate-amodiaquin,dan belum semua petugas kesehatan
mengatahui adanya resistensi plasmodium malaria terhadap chloroquin dan
sulfadoxin,sehingga kedua obat ini masih menjadi pilihan utama dalam pengobatan
penderita malaria positif.
Selain itu
kurangnya stock ACT khususnya dihidroartemisinin-piperaquin dipuskesmas yang
relative lebih aman dari segi efek samping sehingga chloroquin dan sulfadoxin
masih tetap digunakan untuk pengobatan penderita malaria positif.
4. Endemisitas Malaria Kabupaten Ketapang Tahun 2015
Dari 20 kecamatan di
kabupaten ketapang pada tahun 2015 terdapat 8 Kecamatan Dengan kategori Low
Case Insidence (daerah hijau) yaitu kecamatan :
1. Benua Kayong API 0,05 perseribu penduduk
2. Matan Hilir Selatan API 0,05 perseribu penduduk
3. Kendawangan API 0,03 perseribu penduduk
4. Marau API 0,37 perseribu penduduk
5. Jelai Hulu API 0,06 perseribu penduduk
6. Nanga Tayap API 0,06 perseribu penduduk
7. Simpang Dua API 0,12 perseribu penduduk
8. Matan Hilir Utara 0,12 perseribu penduduk
Terdapat satu
kecamatan dalam kategori Midle Case Insidence (daerah kuning) yaitu kecamatan
Tumbang Titi dengan API 1,11 perseribu penduduk. Dan terdapat 11 kecamatan
tanpa adanya kasus malaria positif yaitu kecamatan :
1. Delta Pawan
2. Singkup
3. Manis Mata
4. Air Upas
5. Sungai Melayu Rayak
6. Pemahan
7. Sandai
8. Hulu Sungai
9. Sungai Laur
10. Simpang Hulu
11. Muara Pawan.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan
angka-angka dan indikakator program pemberantasan malaria,maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Berdarsakan angka Annual Paracite Incidence (API)
tahun 2015 yaitu sebesar 0,09 perseribu penduduk,maka kabupaten ketapang pada
tahun 2015 masuk dalam kategori Low Case Insidence atau daerah dengan kategori endemisitas
malaria hijau yaitu API < 1 perseribu penduduk.
2. Berdasarkan angka API tahun 2014 (0,63 perseribu
penduduk) dan tahun 2015 (0,09 perseribu penduduk),kabupaten ketapang berada
dalam kategori Low Case Insidence (daerah endemis malaria hijau) 2 tahun
betururt –turut dengan angka Slide Positive Rate (SPR) di bawah 5 % selama 2
tahun berturut-turut yaitu SPR tahun 2014 sebesar 2 % dan SPR tahun 2015
sebesar 0,4 %,Maka kebupaten Ketapang sudah masuk dalam tahapan pre-eliminasi
malaria ( SPR < 5 % ).
3. Kategori pre-eliminasi ini bisa saja berubah
menjadi elimisasi jika dilakukan surveilans malaria yang baik meliputi
pencatatan dan pelaporan yang baik serta setiap kasus malaria positif di
lakukan penyelidikan epidemiologi (PE) sehingga di ketahui asal
penularannya,apakah merupakan kasus indigenous (berasal dari daerah setempat )
atau merupakan kasus impor ( berasal dari luar wilayah tersebut). Karena 2 dari
3 indikator kabupaten eliminasi malaria yaitu (SPR < 5 %, dan API < 1
perseribu penduduk sudah terpenuhi,tinggal indikator ke tiga yaitu kasus masih
ditemukan sampai dengan 3 tahun pertama tidak ada kasus indigenous.
4. Penurunan angka API belum di ikuti dengan
peningkatan angka Annual Blood Examinaion Rate (ABER) yang di syaratkan yaitu
minimal 10 % dari jumlah penduduk. ABER tahun 2014 baru sebesar 3,1 % dan tahun
2015 sebesar 2,2 %.
5. Pengobatan penderita malaria positif di kabupaten
ketapang tahun 2015 sebagian besar (67 %) belum sesuai dengan pengobatan
malaria yang dianjurkan saat ini yaitu menggunakan Artemisinin Comnination
Therapy (ACT).Kurangnya informasi dan pengetahuan tenaga kesehatan dilapangan
tentang therapy malaria positif terbaru yang dianjurkan serta kurangnya stock
ACT di puskesmas menjadi salah satu factor penyebabnya.
6. Sebagian besar penemuan penderita malaria di
fasilitas pelayanan kesehatan tahun 2015 menggunakan RDT (66%),hal ini
disebabkan kurangnya tenaga mikroskopis malaria dengan basic pendidikan analis
kesehatan dan adanya mutasi baik dari tempat tugas maupun tupoksi (tugas pokok
dan fungsi) dari tenaga kesehatan di puskesmas yang telah dilatih pemeriksaan
sediaan darah malaria.
E. SARAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai
eliminasi di Kabupaten Ketapang hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :
1. Peningkatan Anggaran program pemberantasan malaria
dari dana APBD kabupaten Ketapang,karena dalam beberapa tahun terakhir sebagian
besar dana berumber dari dana hibah Global Fund Komponen malaria yang jumlahnya
setiap tahun semakin berkurang.
2. Peningkatan Alokasi dana BOK maupun dana lain yang
ada di puskesmas untuk kegiatan pemberantasan penyakit malaria melalui
kegiatan-kegiatan antara lain : Survey (MBS,MFS,MS),Penyelidikan
Epidemiologi,Kontak Survey/follow up penderita malaria positif,pendistribusian
kelambu berinsektisida.Sehingga dapat meningkatakan angka indikator
pemberantasn malaria,salah satunya angka
ABER puskesmas.
3. Peningkatan kualitas SDM malaria puskesmas baik
tenaga surveilans,mikroskopis malaria puskesmas dan tenaga medis,paramedic
muapun bidan puskesmas dalam hal tatalaksana kasus malaria,Sehingga terjadi
peningkatan kualitas dalam system pencatatan dan pelaporan,peningkatan kualitas
dalam pemeriksaan sediaan darah malaria dan penderita malaria positif di
tangani sesuai dengan prosedur pengobatan yang dianjurkan saat ini.
4. Pemenuhan stock logistic malaria (kebutuhan
laboraturium dan kebutuhan obat-obatan) melalui dana APBD kabupaten ketapang.
F. PENUTUP
Demikianlah
laporan program pemberantasan malaria tahun 2015 yang dapat kami
sampaikan,dengan harapan laporan ini dapat menjadi evaluasi bersama dan dapat
menjadi bahan untuk perencanaan pemberanasan penyakit malaria
kedepannya,sehingga cita-cita Kalimantan khususnya kabupaten Ketapang Eliminasi
malaria paling lama tahun 2020 dapat terwujud.
Ketapang,17 Februari 2016
Dibuat Oleh,
Pengelola Program Malaria
Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang
KHAIRUL RASYID
NIP.19810621 200502 1 002
|